27 April, 2007

UNDWC (United Nations Delegations Women’s Club) April Tea


Tuan rumah untuk pertemuan UNDWC bulan April ini adalah Madame Amy Hamidon (istri Wakil Tetap Malaysia untuk PBB) dan ibu-ibu anggota PERWAKILAN (Ladies Association of the Permanent Mission of Malaysia ) New York. Acara kali ini diadakan di Japan Society Auditorium dengan tema Makyong Dance Drama and Traditional Dances of Malaysia.

Dari kiri-kanan Ny. Tantri Anshor, Ny. Yayi Prayono, Ketua DWP PTRI New York Ny. Ira Petranto, Ny. Rini Hariyanta & Ny. Rizky Taihitu di dalam gedung Japan Society.


Acara dibuka oleh sambutan Madame Amy Hamidon dan dibagi kedalam 3 babak. Babak pertama adalah pementasan teater tradisional Makyong yang merupakan pementasan teater yang komprehensif karena didalamnya terdapat unsur-unsur akting, nyanyian, tarian, opera, drama dan komedi. Penampilan teater ini diiringi juga alat musik tradisional seperti rebab, gong dan gendang.

Sebagian dari artis teater Makyong

Babak kedua diisi dengan tarian kontemporer yaitu tari Sakti, Ufuk dan Berinai. Babak terakhir menampilkan tari-tarian Malaysia tradisional seperti tari Asyik, Kuda Kepang, Canggung, Joget 106 dan Joget Malaysia. Sekilas tari-tarian tersebut hampir serupa dengan tarian Indonesia.



Para undangan berjoget bersama di panggung

Pertunjukan kali ini sangat meriah selain karena ditunjang oleh auditorium yang bagus juga karena pakaian penari yang berwarna warni sehingga panggung terasa hidup. Puncak acara adalah Joget Malaysia dimana para penari turun panggung untuk mengajak para undanga berjoget bersama di atas panggung. Mrs. Ban Ki-Moon (istri Sekjen PBB) pun turun berjoget bersama undangan lainnya.

Sebagian anggota DWP PTRI New York di depan gedung Japan Society

Pertemuan kali ini ditutup dengan acara minum teh dengan suguhan makanan dan kue-kue tradisional Malaysia.

(Rizky Taihitu)

Nikaragua, The Country of Volcanoes


Berada di Nikaragua seolah berada dalam mesin waktu yang kembali dan berhenti di masa lalu. Begitu banyak keunikan dan keeksotikan di negara Amerika Tengah tersebut. Bangunan-bangunan kuno dengan sentuhan Spanyol, warna-warni kerajinan tangan, makanan, bentuk fisik masyarakatnya yang khas Indian (disebut Ameridian : Amerika-Indian) serta `temple-temple`nya yang menakjubkan.


Catedral de San Fransisco - Granada


Managua
Berkunjung ke Managua, ibukota Nikaragua, mengingatkan kita pada kota kabupaten di Indonesia yang sedang membangun.

Setelah redanya konflik politik dengan rezim Sandinista yang berlangsung bertahun-tahun, negara ini mulai berkembang dan dimana-mana tampak pembangunan prasarana fisik yang sedang digiatkan. Yang menarik, rumah-rumah penduduknya, baik jendela maupun pintu, semua berterali besi, hal ini menunjukkan bahwa kota ini belum relatif aman.

Konon, menurut Omar -pemandu kami selama di Nikaragua- mobil-mobil di negara ini (termasuk yang dijual di showroom) adalah mobil bekas yang berasal dari Amerika. Angkutan umumnya pun bekas bis sekolah, sumbangan dari Amerika.

Kami menginap di Intercontinental hotel, satu-satunya hotel besar di Managua, didepannya terdapat shopping mall paling modern, Metrocentro Mall yang mirip dengan Bintaro Plaza di Jakarta. La Colonia dan La Union adalah dua supermarket besar di kota tersebut. Kami sempatkan untuk singgah di pasar tradisional, Mercado Central (Pasar Sentral) bernama Mercado Roberto Huembes, disini dijual berbagai macam barang kebutuhan sehari-hari, sayuran, buah, bunga dan barang kerajinan -yang khas adalah perhiasan dari batu koral hitam-.
Saat masuk kami agak terkejut, tidak seperti tampak dari luar, di dalamya relatif bersih dengan kios-kios yang berjajar rapi. Seperti di Indonesia, belanja di sini kita juga harus pandai menawar. Saya membeli satu kalung black corall untuk oleh-oleh dengan harga US$ 13,- ternyata Mitha, anak saya, dengan harga US$ 10,-mendapat barang yang mirip bentuknya! Apabila kita tidak membawa mata uang setempat (Cordoba, 1 US$ = 16 Cordoba) mereka pun menerima apabila kita membayar dengan dollar Amerika .

Satu pengalaman menarik saat saya diantar Halet, istri Omar, menukarkan uang di penukaran uang. Kami seperti masuk ke dalam penjara! Ruangannya dikelilingi terali besi dan dijaga dua orang tentara bersenjata laras panjang! Ngeri juga saya .....

Puas menjelajah di pasar tradisional, kami menuju Plaza de la Revolucion, tempat bersejarah di mana semua kegiatan politik dahulu dilakukan ditempat ini. Di kompleks ini terdapat Catedral de Santiago, yang hancur karena gempa bumi di tahun 1972 dan Palacio Nacional de la Cultura (museum Nasional) serta Ruben Dario National Library. Di seberang museum berdiri istana Presiden Enrique Bolanos yang baru saja dibangun.

Omar menerangkan, sayang sekali kami berkunjung ke Nikaragua kurang tepat musimnya, karena tidak ada festival di bulan September ini, tetapi termasuk beruntung karena di bulan Mei - Nopember (musim hujan) banyak hotel yang memberi tarif `miring`. Menurutnya, saat paling tepat apabila kita berkunjung ke Nikaragua adalah antara bulan Desember - April saat musim panas. Ada 2 festival besar yang dirayakan, the `Festival de Musica y Juventud` (The Music and Youth Festival) di bulan Pebruari dan `Fiestas Agostinas` di bulan Agustus. Sedangkan saat Holly Week di akhir Maret sampai awal April merupakan pesta makanan dan kerajinan tangan bagi rakyat Managua.

Puas berjalan-jalan dan menyusuri kota Managua, belum pas rasanya kalau belum mencicipi makanan khasnya. Makanan Nikaragua kaya akan rasa dan cocok untuk lidah orang Indonesia. Mereka banyak mengonsumsi pisang, singkong, keju dan kacang merah.

Pisang digoreng seperti keripik pisang di Indonesia, gurih dan renyah. Singkong pun digoreng merekah, enak sekali. `Gallo pinto`, merupakan campuran kacang merah, nasi dan keju yang disajikan di atas tungku dan wajan kecil dari tanah liat. Kami sempat mencicipinya saat makan siang di restoran Dona Haydee. Bila berkunjung ke sana jangan lupa memesan sop buntut di campur umbi-umbian. Kuah sup yang gurih - bening, potongan butut sapi yang empuk dicampur manisnya potongan labu dan singkong.... hm...sangat lezat..!.

Malam hari nanti kami berencana makan malam di Tip-top, restaurant ayam (Pollo, baca; po-yo) goreng khas Nikaragua. Ternyata setelah kami merasakannya, rasa dan bentuknya mirip ayam goreng cepat saji Amerika, KFC!.

Masaya
Berjarak hanya +/- 16 mil dari Managua, kota ini terkenal akan kerajinan tangannya. Di Mercado de Artesanias (pasar seni) yang bernama San Juan de Oriente dijual berbegai macam kerajinan khas Nikaragua seperti, kerajinan kayu, gerabah, kulit, lukisan dan sulaman. Saya tergelitik untuk membeli ayunan dari benang warna-warni, tetapi membayangkan membawanya nanti di pesawat pasti akan merepotkan, akhirnya pilihan saya jatuh pada sebuah apron (saya perhatikan hampir semua pedagang di pasar memakai apron ini) yang disulam dengan benang warna-warni dengan motif yang khas Indian.

Granada
Dari Masaya kami meneruskan perjalanan ke Granada yang merupakan kota kolonial tertua di Nikaragua yang dibangun pada tahun 1524. Terletak dipinggir danau Nikaragua dan dekat gunung api Mombacho. Tiga kota terbesar di negara ini, Managua, Masaya dan Granada dibangun di atas `bayang-bayang` gunung berapi (ada 9 gunung api) yang sampai saat ini masih aktif.



Penulis (ujung kiri) di Casa de Lostres Mundos - Granada



Granada sangat romantik, dengan bangunan-bangunan klasiknya yang penuh warna. Pusat kegiatannya berada di Parque Central/Parque Colon, di sekitar tempat ini terdapat Parroqui Inmaculada Concepcion de Marcia Catedral de Granada yang megah dan Casa de los Tres Mundos- Pusat kebudayaan di Granada-.

Diiringi langit yang mendung, dengan naik kereta kuda - mirip andong di Yogya- kami berkeliling kota menyusuri jalan utama La Calzada dan Xalteva sambil mengagumi keindahan arsitektur rumah-rumah bergaya neo-klasik dan baroq yang berwarna terakota. Kalau diamati hampir semua rumah di sini mempunyai kursi goyang, uniknya mereka tidak hanya punya satu bahkan empat kursi goyang yang diletakkan di teras atau ruang tamu! Mereka tampaknya amat suka `mencari angin` dan mengobrol diteras rumah sambil duduk di kursi goyang. Sayang, saya lupa untuk bertanya lebih jauh tentang gaya hidup mereka ini kepada Omar, pemandu kami.

Penulis berpose diatas 'andong' di Granada


Selagi kami asyik ber`andong ria` tiba-tiba hujan turun sangat deras, memaksa kami untuk berteduh sambil mampir untuk makan malam di La Gran Francia Restaurant, restoran masakan Perancis dengan sentuhan Nikaragua, salah satu bangunan peninggalan kolonial Spanyol (dibangun tahun 1524) yang telah direkonstruksi.

Besok pagi, satu perjalanan lagi menanti kami,tak sabar rasanya untuk melihat peninggalan suku Maya di Guatemala!.

-Ramadhani Iskandarrini-

(Artikel ini sudah pernah dimuat di kolom Community Kompas Online - Redaksi)

25 April, 2007

Makan Siang Dalam Rangka Perpisahan Ibu Sally Jenie, Ibu Patricia Rampangilei & Ibu Veni Cassidy




Pada hari Senin, 23 April 2007 bertempat di Restaurant Onigashima New York dilangsungkan acara makan siang yang diadakan oleh DWP PTRI New York sebagai rasa terima kasih atas sumbangsih Ibu Sally Jenie, Ibu Patricia Rampangilei dan Ibu Veni Cassidy kepada DWP PTRI New York selama ini.

Ibu Sally Jenie saat menyampaikan sepatah dua patah kata perpisahan


Hidangan yang disajikan kali ini cukup unik karena kita memilih paket tasting menu. Yang pertama kali disajikan adalah sashimi, dilanjutkan dengan sushi, tempura, cold soba dan tentu saja ditutup dengan dessert. Hidangannya memang kecil-kecil tapi cukup mengenyangkan. Pada kesempatan kali ini pun Ibu Sally Jenie masih berkesempatan membagi pengetahuannya tentang tata cara makan memakai sumpit seperti gunakanlah sumpit bagian atas untuk mengambil makanan yang di sharing dan jangan menggunakan ujung yang masuk mulut, serta jangan pernah menancapkan sumpit di atas nasi manakala kita hendak beristirahat sejenak. Itulah salah satu sifat Ibu Sally Jenie yang khas yaitu tidak pernah ragu untuk membagi ilmunya kepada kami semua.

Anggota DWP PTRI New York asyik mendengarkan apa yang disampaikan oleh Ibu Sally Jenie


Pada kesempatan ini DWP PTRI New York juga memberikan kenang-kenangan kepada ketiga Ibu yang akan pulang. Kenang-kenangan yang paling unik adalah foto album yang berisi kegiatan tiap-tiap Ibu yang akan pulang selama di New York. Albumnya tidak beli jadi tetapi hand made buatan Ny. Utami Witjaksono dengan sampul yang berbeda-beda sesuai karakter masing-masing anggota.

Ibu Non Hasan Kleib memberikan kenang-kenangan dari DWP PTRI New York kepada Ibu Sally Jenie (dari ki-ka Ny. Ira Petranto, Ibu Non Hasan Kleib, Ibu Sally Jenie, Ny. Veni Cassidy, Ny. Patricia Rampangilei)


We will definitely miss you all ……….

Acara Perpisahan Bapak dan Ibu Rezlan Ishar Jenie

Bertempat di PTRI New York Lt. 7 pada hari Jum’at, 20 April 2007 diselenggarakan acara perpisahan Bapak dan Ibu Rezlan Ishar Jenie dengan masyarakat New York. Bapak Sudjadnan Parnohadingrat Duta Besar LBBP RI untuk Amerika beserta Ibu juga hadir pada acara ini. Acara dimulai pukul 18.30 dengan acara makan malam kemudian dilanjutkan dengan acara resmi dan hiburan.

Wakil Tetap RI untuk PBB Bapak Rezlan Ishar Jenie beserta Ibu Sally Jenie saat berpamitan dengan masyarakat

Penampilan Lantai 7 kali ini agak berbeda dari biasanya karena khusus untuk acara ini Sie Konsumsi DWP PTRI New York membuat gubuk-gubuk dengan berbagai macam menu mulai Sushi, Sate Padang sampai Nasi Tomat dan Empek-empek. Makanannya sangat bervariasi dan masyarakat yang datang pun sangat banyak sehingga untuk bergerak pun cukup sulit. Ini menunjukkan atensi masyarakat yang besar terhadap kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh PTRI New York.

Pada kesempatan ini DWP PTRI NY ikut berpartisipasi dengan menyumbangkan nyanyian dan tarian. Pengisi acara yang lainnya adalah wakil masyarakat serta putra-putri home staff dan lokal staff.


Sebagian anggota DWP PTRI New York saat menyanyikan lagu favorit Ibu Sally Jenie "The Way You Look Tonight"

Ibu-Ibu anggota DWP PTRI New York yang kebagian mendapat peran menjadi anggota kelompok dansa Bapak Rezlan Jenie saat muda dulu.


Setelah acara resmi dilakukan, acara yang sangat ditunggu-tunggu adalah operet yang kali ini berjudul I Dream of Jenie. Inti dari cerita ini adalah perjalanan hidup dari Bapak Rezlan Ishar Jenie mulai dari mahasiswa sampai menjadi Wakil Tetap RI untuk PBB dan dengan setting mulai dari Jakarta sampai Jepang. Operet yang ditampilkan sangat mengocok perut penonton sehingga tidak ada satu pun penonton yang beranjak dari tempat duduknya sehingga acara selesai.


Bapak-Bapak Home Staff yang berperan sebagai mahasiswa. Bapak Dicky Komar (ketiga dari kiri) berperan sebagai Bapak Rezlan Ishar Jenie saat menjadi mahasiswa UI.


Pertunjukan operet selesai pada pukul 23.15 dan mendapatkan applause yang meriah dari penonton. Acara ditutup dengan salam perpisahan dari seluruh undangan untuk Bapak dan Ibu Rezlan Ishar Jenie, Bapak serta Ibu Fikry Cassidy dan tak lupa juga untuk Bapak Dicky Komar yang telah selesai menunaikan tugasnya di PTRI New York dan akan segera kembali ke tanah air.

Spring Tea featuring Indonesian Dances From East to West


Dalam rangka menyambut datangnya musim semi di New York, Dharma Wanita Persatuan PTRI New York mengadakan acara Spring Tea dengan tema Indonesian Dances from East to West dengan mengundang seluruh istri-istri Perwakilan Tetap untuk PBB di New York. Acara diadakan di Ruang Serbaguna Lt. 7 PTRI New York pada hari Jumat, 13 Aprill 2007 mulai pukul 15.00 – 17.00 dan dihadiri juga oleh istri Sekjen PBB Mrs Ban Ki-Moon.


Ibu Non Hasan Kleib saat memberikan sambutan selamat datang kepada para undangan


Acara dibuka dengan sambutan dari Ibu Non Azizah Hasan Kleib dan langsung dilanjutkan dengan tari-tarian dari beberapa daerah di Indonesia. Kali ini memang sengaja yang dipilih adalah dari Bali, Jawa Tengah, Aceh dan Betawi dengan pertimbangan ke empat daerah tersebut pernah manjadi perhatian dunia karena bencana yang pernah terjadi tempat-tempat tersebut.

Ibu Sally Jenie saat memberikan sambutan perpisahan setelah suguhan tari-tarian selesai


Tarian pertama yang ditampilkan adalah Tari Pendet dari Bali kemudian dilanjutkan dengan tarian Blantek dari Betawi. Tari Bondan dari Jawa Tengah dibawakan dengan anggunnya oleh Ny. Rini Hariyanta yang merupakan anggota DWP PTRI New York. Acara ditutup dengan menampilkan tari Saman dari Aceh, tarian ini dibawakan oleh putra-putri Indonesia di New York yang tergabung dalam sanggar Saung Budaya KJRI New York. Tarian tersebut mendapat sambutan yang luar biasa meriah karena tariannya yang rancak dan dibawakan dengan sempurna oleh mereka.


Ny. Rini Hariyanta yang membawakan Tari Bondan


Acara ditutup dengan ramah tamah. Kali ini Sie Konsumsi DWP PTRI New York menyuguhkan Chicken Curry Puff, Pangsit Goreng Udang, Tahu Goreng Bumbu, Pisang Crepe, Klepon dan Mie Goreng.

Bila anda tertarik untuk melihat foto-foto pada acara kali ini, anda bisa mengunjungi Galeri Foto kami. Jangan heran kalau melihat kebaya kami semua yang berwarna putih dengan selendang merah, untuk acara kali ini kami memang khusus memakai pakaian dengan nada merah dan putih karena acara kali ini merupakan acara terakhir kami dibawah kepemimpinan Ibu Sally Jenie yang akhir bulan April ini akan kembali ke Jakarta setelah usai menemani Wakil Tetap RI untuk PBB Bapak Rezlan Ishar Jenie bertugas di New York.

Anggota DWP PTRI New York berpose bersama Mrs. Ban Ki-Moon (istri Sekjen PBB)

Pertemuan Bulanan di New Rochelle


Pertemuan bulanan kali ini diadakan di New Rochelle pada tanggal 27 Maret 2007 dan juga merupakan pertemuan yang spesial karena ini kali terakhir pertemuan kami yang terakhir dengan Penasihat DWP PTRI New York Ibu Sally Jenie yang akan segera kembali ke Jakarta setelah usai menemani Bapak Rezlan Ishar Jenie bertugas di New York sebagai Wakil Tetap RI untuk PBB.

Topik utama pada pertemuan kali ini adalah membahas persiapan acara Spring Tea yang akan diadakan bulan depan di PTRI New York dengan tema Indonesian Dances from East to West.

Selain membahas persiapan acara Spring Tea, pada pertemuan bulanan kali ini juga dilangsungkan acara serah terima Bendahara DWP PTRI New York dari Ny. Veni Cassidy kepada Ny. Irene Mulyana.

Serah terima Bendahara DWP PTRI NY dari Ny Veni Cassidy kepada Ny Irene Mulyana



Pada kesempatan ini Ibu Sally Jenie juga sempat membagi resep Pangsit Goreng Udang dan Chicken Curry Puff yang akan menjadi salah satu suguhan pada acara Spring Tea. Apabila anda tertarik untuk mencoba kedua resep tersebut anda bisa mengunjungi kolom Kuliner kami di website ini.




Ibu Sally Jenie saat membagi tips membuat Chicken Curry Puff dan Pangsit Goreng Udang



Tidak ketinggalan pada kesempatan kali ini kami juga merayakan hari ulang tahun Ibu Non Hasan Kleib dengan acara tiup lilin dan menyanyikan lagi Happy Birthday. Selamat Ulang Tahun ya Bu..

Ibu Non Hasan Kleib saat memotong kue ulang tahun disaksikan oleh Ibu Sally Jenie